Tadi Siang tak sengaja melihat sebuah drama dengan adegan"seorang lelaki tersenyum memperhatikan seorang wanita dengan senyumm ceria melihat sesuatu secara diam-diam yang tidak diketahui oleh si wanita".Yah ada aura "bahagiamu adalah bahagiaku".
Rasanya iri, dan suatu ketika saya ingin merasakannya.Ahh gimana pula,mana mungkin kita tahu ada yang tersenyum melihat kita bahagia secara diam-diam???.Yang penting esensinya kali ya???
Tapi kemudian kurunut beberapa episode yang saya alami, kemudian kubalik "kesedihanmu adalah kesedihanku".Setidaknya pernah merasakan walau tidak sering, dan lebih sering merasa "apa sedih dan penderitaanku engkau rasakan??"
Saya ingat ada lelaki yang sedih ketika aku kecil terbaring lemah karena kakiku luka akibat masuk jeruji sepeda sewaktu membonceng sepeda Ummi.Dan setelah itu juarang aku lihat tangisnya lagi,mungkin karena Saya jarang berjumpa dengan beliau.Yang kedua ketika beliau mengantarkanku ke ruang IGD sebuah rumah sakit ketika mendengar aku "menolak" keputusan dokter untuk amputasi jari.Ya walau akhirnya saya terdiam pasrah menikmati pisau-pisau itu memotong kelingking tangan kanan.
Hanya itu yang saya ingat tentang tangisnya.Dan yang lainnya adalah kecuekan dan tarbiyah buatku.Sayapun sering menangis dibuatnya.Tapi kemudian tangis itu jadi mahal dan membentukku menjadi lebih tegar,lebih kuat dan lebih mandiri.
Aku yang tidak harus merengek lagi meminta untuk diambilkan raport,yang diam kalau tidak diberi uang saku dan menerima harus di rumah tidak berangkat sekolah,yang tidak protes ketika jam 10 malam tidak ada yang mau menjemputku di sekolah sepulang rihlah kelas, yang tidak menangis ketika beliau bohong dan tidak ada yang mau mengambil surat kelulusanku, yang membiarkanku membiayai operasi dan biaya kontrol tiap 3 hari sekali ke rumah sakit, yang membiarkanku melas-melas meminta orang dan teman untuk mengatarkanku ke rumah sakit yang pernah harus jalan kaki 2 jam lebih ke menuju rumah sakit sendirian,yang meminta uang yang ku kumpulakn ditengah-tengah skripsi dan tidak dikemblikan,yang terkadang mebuat ummi menangis,yang tidak mau segera pulang walau ku kabarkan ummi sakit atau ketika gempa melanda.Yang membuatku lebih tegar menjalani hidup...yang memintaku mengurus urusan sekolah adek,yang membuatku bersyukur di tarbiyah oleh beliau dan lewat sifat beliau.^-^
Tetapi aku menyayanginya dan berharap yang terbaik buat beliau...
Karena beliau adalah yang terbaik yang dikirim oleh Allah untukku,dengan semua hikmah yang ingin di berikan kepadaku...
Kemudian ku ubah pola berfikirku tentang lelaki itu,ku ingat kejadian-kejadian yang menunjukkan kasih sayang beliau.Bagaimana kesabaran beliau ketika mengajariku menghapalkan Surat Al Lahab ketika ku kecil,melihat air matanya hampir jatuh ketika aku sakit dikala ku kecil,memberi hadiah-hadiah kecil dan oleh-oleh yang selalu kusambut gembira ketika menyambut kedatanganya. Serta Melihat kesabarannya sehingga sampai detik ini jarang ku nikmati kemarahannya.
Dan terkadang cinta tidak melulu berwujud keromatisan,tetapi tarbiyah(pendidikan) untuk mewujudkan diri kita menjadi manusia penuh cinta,syukur,sabar dan lebih tegar serta siap dalam menjalani kehidupan.
Sungkemku selalu mengharu biru dibarengi dengan air mata tertahannya.Rabb,sayangi dan lindungi dia...
Tulisan ini diikutsertakan untuk GA dalam rangka launching blog My Give Away Niken Kusumowardhani
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terharu membacanya. Hikmah, ibrah, memang selalu bisa diambil bagi orang-orang yang membuka mata dan hatinya pada ketetapan Allah.
ReplyDeleteTerima kasih partisipasinya, sudah tercatat sebagai peserta.
terima ksih mak atas kesempatannya juga...
ReplyDeletedatang berkungjung...
ReplyDeleteposting yang ditulis dengan penuh perasaan. dalam sekali rasanya... :)
terima kasih atas kunjungannya pak,serta apresiasinya
ReplyDeletejadi inget bapak saya yang kadang-kadang ngeselin. tapi, kalo bukan karena bapak saya yang tegaan, mungkin saya sekarang nggak "sebaik" sekarang.
ReplyDeleteiya mbak...apapun yg terjadi bapak tetaplah bapak yg perlu kita hormati dan sayangi..
ReplyDelete