Sunday, July 14, 2013

Move On di Ujung Akhir Perjuangan

Menuliskan ini seperti menyeret saya pada ruang waktu masa-masa perjuangan hidup yang benar-benar sulit.
Ukey..saya awali kisah ini dari permintaan bapak yang meminta saya kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri agar kelak bisa jadi guru.Ummi menolak dan menyayangkan keputusanku ketika saya memutuskan untuk menuruti,karena Ummi kasian kelak bila saya harus menanggung banyak beban belajar dan bertahan hidup serta menanggung biaya kuliah. Ya, saya paham hal itu bila melihat riwayat pendidikan sejak SMP hingga SMA bapak hanya memberi duit sesuka dia.

Alhasil saya kudu ambil resiko kuliah sambil bekerja untuk menambal kekurangan biaya kuliah terutama untuk kehidupan sehari-hari dan keperluan tugas-tugas kuliah.Awal-awal saya bisa bekerja sembari kuliah,terutama kebutuhan kost karena sebulan saya paling banter cuma dikasih duit 20-50 ribu oleh bapak.Beras saya bisa minta dirumah,tapi lauk,iuran kost,kegiatan organisasi,bensin,foto kopi dll...huwaaa saya harus usaha walau terkadang diberi duit ummi 10 ribu seminggu,di tahun itu juga bukan uang yang besar tapi cukup membantu.Tapi sayang makin hari jadwal kuliah bentrok dengan jam kerja sebagai penjaga toko buku dekat kampus.Sayapun kerja sebisa saya,dari ngasih les,jualan jilbab,atau terkadang bantu teman ngerjakan tugas kuliah atau ngerjakan tugas kantor bapaknya.

Dan pada semester-semester akhir beban makin berat.Apalagi pasca KKN (Kuliah Kerja Nyata)saya harus mulai kerjakan skripsi.Tapi saya tidak pegang duit sepeserpun.Selama KKN saya tidak kerja,malah habis banyak duit untuk biaya operasional,belum lagi biaya motor karena waktu itu saya sempet kecelakaan dan motor nggak bisa jalan.

Saya kemudian numpang hidup dengan orang,sembari ikut ngajar di sekolah yang beliau dirikan.Mungkin mirip pembantu multitalent.Pagi saya ikut membantu kerjaan rumah,mandiin anak-anak,atau bersih-bersih terus lanjut ngajar.Siang ntar kadang jemput anak-anak dari sekolah,kadang sore ikut masak. Tetapi saya masih diperlakukan kayak keluarga.Kebutuhan makan,mandi dan cuci saya dapat gratis kala itu.Sampai saya putuskan keluar ngajar karena saya nau selesaikan skripsi lebih fokus.

Keluar dari ngajar,masalah malah datang kakak sepupu saya menikah dan ortu yang biayain nikahnya.Saya terpaksa tidak dapat dana skripsi tetapi malah bantu ortu.Selang berapa bulan adek saya nikah.Saya pusing kala itu karena bapak hampir membuat Ummi membakar undangan karena bapak tidak mau keluar duit untuk walimahan adek,dan tidak mau berusaha bagaimana caranya dapat duit.Saya pontang-panting cari duit pinjaman dan diberi bekal sertifikat tanah oleh Ummi.Tapi akhinya dapat juga beberapa ratus,dan kabar gembira bapakpun akhirnya mau mengeluarkan duit walau cuma sekitar 1-2 juta.Saya kudu mengesampingkan skripsi saya.

Teman-teman dan lulus ditahun ke-4 dan lima kuliah,sedang saya???waktu itu dah sempat putus asa untuk melanjutkan kuliah,sempet menyesal tidak mendengarkan nasehat Ummi untuk tidak kuliah dan bekerja saja.Setidaknya saya bisa membantu keuangan kelaurga,bisa membantu membiayai sekolah adek saya,bisa dampingi adek saya, bisa jadi kakak dan anak yang bisa selalu "ada" ketika mereka butuh.Sedang saya saat itu sebagai orang yang menyusahkan dan "moroti" harta aja dengan kuliah( trah keluarga saya tidak ada yang kuliah,adek saya perempuan lulus SMU terus disuruh kerja ),adek iri,Ummi pusing dan saya kadang sering nangis meratapi ketidak mampuan saya.
















Waktu yang diberikan kampus hampir habis di Tahun ketujuh.DO mengancam,saya diambang ketidak yakinan.Akankah perjuangan saya kudu berhenti dan sia-sia???kemudian renungan dan bantuan itu datang.Saya kemudian berusaha meminta perpanjangan waktu kuliah untuk selesaikan Skripsi.Setelah sempat di tertawakan dengan sinis kanan-kiri akhirnya saya bisa lulus dengan motivasi teman,kemudahan dari dosen dan bantuan dari teman-teman yang dulu sempet saya bantu pas mereka skripsi.Waktu itu saya bertekad bahwa perjuangan harus sampai puncak dan saya harus berhasil untuk kalahkan gensi,malas demi tanggung jawab akan amanah yang diembankan kepundak saya.Saya tidak boleh lemah dan menyerah, dan ketika mengingat bahwa saya adalah satu-satunya anak yang dapat kesempatan kuliah paling tinggi diantara keluarga besar saya membuat tekad saya untuk menyelesaikan perjuangan itu makin tinggi. Saya anggap coba-cobaan itu adalah petunjuk bahwa kita keren sehingga dapat anugrah untuk mengemban dan menyelesaikan rintangan itu dengan sempurna :)

Dan kelulusan saya waktu itu menghasilkan senyum suka cita diwajah orang tua saya,bahkan semangat mereka untuk menghadiri wisudaku dengan bangga walau anaknya lulus lama.Jadi membayangkan bagaimana kalau saya menyerah ditengah-tengah,apakah senyum itu akan ada???apakah jadinya saya kemudian???Ahhh...untuk MOVE ON itu datang terkembang

2 comments:

  1. Wah keren ceritanya Mbak.. Penuh perjuangan yah.. Insya Alloh orang kayak mba bisa kuat mental dan calon orang sukses..

    Tapi kok bisa ya, ortu ngebiayain nikahan sepupu sedangkan anaknya sendiri morat-marit nyelesaikan skripsi??

    Tapi Sukses mba.. Bisa berdikari..

    Salam Kenal..

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya masih dibiayai kog,cuma memang nggak penuh..ya ingat kemampuan mereka ajah...nikahan sepupu juga ditopang rtu dan nenek,dan itu juga amanah...terima kasih dah berkunjung ^-^

      Delete

 

Catatan sejarah Jiwa Template by Ipietoon Cute Blog Design